Showing posts with label Materi Pajak. Show all posts
Showing posts with label Materi Pajak. Show all posts

Monday, May 20, 2013

PPN & PPn BM

PPN & PPn BM
(PAJAK ATAS TRANSAKSI PENYERAHAN DAN PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK DAN JASA KENA PAJAK)



1.    LATAR BELAKANG UU
Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pjak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Ini merupakan perubahan ketiga atas undang-undang PPN tersebut.  Sasaran yang ingin diwujudkan dalam pelaksanaan perubahan UU PPN ini  adalah menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, sederhana, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta dapat mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara.
Adapun pokok-pokok perubahan yang dilakukan antara lain pada :
-       Objek PPN
-       Bukan Objek PPN
-       Subjek PPN
-       Retur PPN
-       Retur PPN atas Penyerahan JKP
-       PPnBM
-       Restitusi
-       Deemed Pajak Masukan
-       Pengkreditan Pajak Masukan
-       Pemusatan Tempat PPN terutang
-       Faktur Pajak
-       Saat Penyetoran dan Pelaporan PPN
-       Fasilitas Perpajakan
-       Tanggung Renteng
-       Saat Terutang untuk Transaksi Leasing



2.    PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI/VALUE ADDED TAX)


Pajak Pertambahan Nilai atau yang lazim dikenal dengan PPN adalah pajak atas komsumsi Barang Kena Pajak (BKP) atau penggunaan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam negeri. Bersamaan dengan Program Reformasi Perpajakan Nasional tahun 1983, Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983  yang dinamakan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Pajak ini termasuk ke dalam kelompok Non Cumulative Multi Stage Sales Tax. Undang-Undang ini berlaku efektif sejak tanggal 1 April 1985. Sifat non kumulatif dari PPN terletak pada mekanisme  pemungutannya yang dikenakan pada Nilai Tambah (Value Added) dari Barang dan Jasa Kena Pajak. Dalam perjalanannya, pada akhir tahun 1994 diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak  Penjualan Atas Barang Mewah yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995 yang telah mengalami perubahan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku sejak 1 April 2010.

3.   KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI INDONESIA

Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia  mempunyai bebarapa karakter khusus yaitu :

1.    Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Dilihat dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang dan/atau jasa kena pajak.

Dari sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada di tangan pihak yang memikul beban pajak, akan tetapi pada Pengusaha Kena Pajak yang bertindak selaku penjual Barang Kena Pajak atau pengusaha Jasa Kena Pajak.

2.    Pajak Obyektif

Yang dimaksud dengan pajak obyektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor obyektif, yaitu adanya taAtbestand (suatu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang di sebut juga dengan nama obyek pajak).

3.    Multi Stage Tax

Setiap penyerahan barang yang menjadi obyek PPN mulai dari tingkat pabrikan (manufacture) kemudian di tingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.

  1. Mekanisme Pemungutan PPN menggunakan Faktur Pajak

Sebagai konsekuensi penggunaan credit methode untuk menghitung PPN yang terutang maka setiap penyerahan BKP/JKP, Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak. Berdasarkan Faktur Pajak inilah akan di hitung jumlah pajak terutang dalam satu masa pajak, yang wajib di bayar ke kas negara.

  1. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

Sebagai pajak atas konsumsi sebenarnya tujuan akhir PPN adalah mengenakan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi (a tax on consumtion expenditure) baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun oleh badan, baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara.

  1. Bersifat Netral

Netralisasi PPN di bentuk oleh 2 faktor, yaitu :
a)    PPN dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa.
b)    Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan (destination principle) dan prinsip tempat asal (origin principle).

Prinsip tempat asal mengandung pengertian bahwa PPN dipungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Sedangkan berdasarkan prinsip tempat tujuan, PPN dipungut ditempat barang atau jasa dikonsumsi. Kedua prinsip ini sangat besar pengaruhnya terhadap kedudukan PPN dalam perdagangan internasional.


  1. Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda

Kemungkinan pengenaan pajak berganda seperti yang dialami dalam era UU Pajak Penjualan (PPn) 1951 dapat dihindari sebanyak mungkin karena PPN di pungut atas nilai tambah saja (value added).

Pengusaha
aktivitas
Nilai tambahan
Hara jual
PPN 10 %
Setor kas negara
Harga yang dibayar
Industri benang
Menyerahkan Benang
1000
1000
100
100

Industri tekstil
Membeli benang
-
-
100
100
1000+100=1100

Menyerahkan tekstil
400
1000+400=1400
140
140-100=40

Industri garmen
Membeli tekstil
-
-
-
-
1400+140=1540

Menyerahkan garmen
350
1400+350=1750
175
175-140=35
-
Pedagang besar
Beli garmen
-
-
-
-
1750+175=1925

Menyerahkan garmen
300
1750+300=2050
205
205-175=30

Pedagang eceran
Membeli garmen
-
-
-
-
2050+205=2255

Menyerahkan garmen
250
2050+250=2300
230
230-205=25
-
Konsumen
Membeli garmen
-
-
-
-
2300+230=2530

PPN wajib dipungut pada setiap mata rantai penjualan oleh pengusaha kena pajak lalu menyetorkannya ke kas Negara dengan menggunakan credit method, yaitu dengan mengurangi jumlah PPN Keluaran dengan PPN Masukan dan selisihnya merupakan pajak terutang yang harus disetor oleh pengusaha kena pajak . PPN tidak akan menimbulkan pengenaan pajak berganda karena pengenaannya hanya terhadap pertambahan nilai yang timbul pada setiap penyerahan barang atau jasa pada jalur perusahaan berikutnya.
Tarif  PPN adalah flat yaitu 10%, ini dimaksudkan agar pemungutannya menjadi sederhana dan tidak memerlukan daftar penggolongan atas Barang Kena Pajak ataupun Jasa Kena Pajak. Atas penyerahan BKP yang bersifat mewah selain dikenakan PPN juga dikenakan PPn BM yang dilandaskan oleh prinsip keadilan atas tingkat kemampuan yang berbeda-beda dimasyarakat juga dimaksudkan untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak produktif pada warga Negara.
ditulis : Agus Priyambodo (Buku Pajak SMK)

Penghitungan PPh Pasal 21

Tarif Dan Penerapannya
  1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
    1. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
    2. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan) dikurangi PTKP.
    3. Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.
  2. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan yang tidak berkesinambungan;
  3. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah;
  4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,00 dan atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000,00. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,00 sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
  5. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I kebawah.
  6. Besar PTKP adalah :
    Penerima PTKPSetahunSebulan
    untuk diri pegawaiRp 15.840.000Rp 1.320.000
    tambahan untuk pegawai yang sudah menikah(kawin)Rp 1.320.000Rp 110.000
    tambahan untuk setiap anggota keluarga *) paling banyak 3 (tiga) orangRp 1.320.000Rp 110.000
    *) anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
  7. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:
    Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif
    sampai dengan Rp 50 juta5%
    diatas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta15%
    diatas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta25%
    diatas Rp 500 juta30%
  8. Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20 % lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 17.
Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21
  1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan
    1. Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2010. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp.2.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh Ps. 21:
      Penghitungan PPh Ps. 21 terutang:
      Gaji Sebulan = Rp. 2.000.000
      Penghasilan bruto = Rp. 2.000.000
      Pengurangan: Biaya Pensiun = 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000
      Iuran pensiun = Rp. 50.000 (+)
      Total Pengurangan = Rp. 150.000
      Penghasilan netto sebulan = Rp. 1.850.000
      Penghasilan netto setahun = 12 x 1.850.000 = Rp. 22.200.000
      PTKP setahun:
      • WP sendiri = Rp. 15.840.000
      • Tambahan WP kawin = Rp. 1.320.000
      Total PTKP = Rp. 17.160.000
      PKP setahun = Rp. 5.040.000
      PPh Ps. 21= 5 % x 5.040.000 = Rp. 252.000
      PPh Ps. 21 sebulan = Rp. 21.000
  2. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan
    1. Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2005. Tahun 2010Teja menerima pensiun sebulan Rp. 3.000.000,00. Penghitungan PPh Ps. 21 :
      Pensiun sebulan = Rp. 3.000.000
      Pengurangan: Biaya Pensiun = 5% x 3.000.000 = Rp. 150.000 (-) (Maksimum diperkenankan Rp. 200.000)
      Penghasilan Netto sebulan = Rp. 2.850.000
      Penghasilan Netto setahun = Rp. 34.200.000
      PTKP (K/1) = Rp. 18.480.000
      PKP = Rp. 15.720.000
      PPh Ps. 21 setahun = 5% x 15.720.000 = Rp. 786.000
      PPh Ps. 21 sebulan = (Rp. 786.000 : 12) = Rp. 65.500
  3. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem, Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.
    1. Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.500.000,00 menerima THR sebesar Rp. 1.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). PPh Pasal 21 atas gaji dan THR:
      Penghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp. 30.000.000
      THR = Rp. 1.000.000
      Jumlah Penghasilan Bruto = Rp. 31.000.000
      Pengurangan:
      • Biaya Jabatan = 5% x 31.000.000 = Rp. 1.550.000
      • Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000
      • Total Pengurangan = Rp. 2.150.000
      Penghasilan netto setahun = Rp. 28.850.000
      PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
      PKP setahun = Rp. 11.690.000
      PPh Ps. 21 terutang = 5% x 11.690.000 Rp. 584.500
      PPh Pasal 21 atas gaji
      Penghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp. 30.000.000
      Pengurangan:
      • Biaya Jabatan = 5% x 30.000.000 = Rp. 1.500.000
      • Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000
      • Total Pengurangan = Rp. 2.100.000
      Penghasilan netto setahun Rp. 27.900.000
      PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
      PKP setahun = Rp. 10.740.000
      PPh Ps. 21 terutang = 5% x 10.740.000 Rp. 537.000
      PPh Pasal 21atas gaji dan THR – PPh Pasal 21 atas gaji:
      = Rp. 584.500– Rp.537.000
      = Rp. 47.500
  4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.
    1. Saputra (memiliki NPWP) memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp 1.500.000,00. Saputra juga memiliki sumber penghasilan lainnya. Penghitungan PPh Pasal 21 :
      Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x (50% x jumlah penghasilan bruto ) = 5% x (50% x Rp1.500.000,00) = Rp37.500,00
  5. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi.
    1. Hendra seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya dan berstatus bukan pegawai, dalam bulan Januari 2010 menerima komisi sebesar Rp4.000.000,00. Hendra tidak memiliki sumber penghasilan lainnya. Penghitungan PPh 21 :
      Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x [(50% x jumlah penghasilan bruto ) - PTKP perbulan]:
      = 5% x [(50% x Rp4.000.000,00) - Rp 1.320.000,00]
      = Rp 34.000,00
  6. Honorarium atau imbalan lainnya kepada peserta kegiatan (pendidikan pelatihan magang).
    1. Febri sebagai peserta magang menerima honor sebesar Rp3.500.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang :
      Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x jumlah penghasilan bruto = 5% x Rp3.500.000,00 = Rp175.000,00
  7. Penghasilan atas Upah Harian.
    1. Erfin (tidak memiliki NPWP) pada bulan Agustus 2010 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. Ia bekerja sehari sebesar Rp 200.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
      Upah sehari Rp 200.000,00
      Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh Rp 150.000,00
      PKP Sehari Rp 50.000,00
      PPh Pasal 21 Sehari = (5% x 120%*) x Rp 50.000,00 Rp 3.000,00
      (* karena Erfin tidak memiliki NPWP maka tarifnya 20% lebih tinggi dari Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a atau 5% x 120% = 6%              sumber : pajak.go.id

Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)

Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:
  1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  2. penghasilan berupa hadiah undian;
  3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
  4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
  5. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)
  1. Koperasi;
  2. Penyelenggara kegiatan;
  3. Otoritas bursa; dan
  4. Bendaharawan;
Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
  1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  2. Penerima hadiah undian;
  3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
  4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;
Lain-Lain
  1. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;
  2. Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;
  3. Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final;
sumber : www.pajak.go.id

PTKP Baru 2013

PENYESUAIAN BESARAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
Sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang  Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas 
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk 
menetapkan penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setelah dikonsultasikan dengan 
Dewan Perwakilan Rakyat.  Sehubungan dengan  ketentuan  tersebut  dengan ini diumumkan  hal-hal sebagai 
berikut:
  1. Konsultasi Menteri Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah dilaksanakan pada    tanggal 30 Mei 2012 dan 15 Oktober 2012 yang menyepakati penyesuaian besarnya PTKP mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2013;  
  2. Besarnya PTKP disesuaikan menjadi sebagai berikut:
  • Keterangan  Besarnya PTKP per tahun 
  • Diri Wajib Pajak orang pribadi  24.300.000
  • Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin  2.025.000
  • Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami 24.300.000
  • Tambahan untuk setiap tanggungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (maksimal 3 orang) 2.025.000
  1. Besaran PTKP  tersebut digunakan sebagai pengurang penghasilan netto  dalam  menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri mulai tahun pajak 2013  yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun dan pelaporan Pajak  Penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2013 dan seterusnya;
  2. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak  (KPP), dan  Kantor Pelayanan, Penyuluhan  dan Konsultasi Perpajakan  (KP2KP)  terdekat atau Kring Pajak 500200.
Demikian disampaikan, agar masyarakat dapat mengetahui dan memahaminya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 November 
SUMBER : WWW.PAJAK.GO.ID