Showing posts with label Materi Agama. Show all posts
Showing posts with label Materi Agama. Show all posts

Wednesday, April 9, 2014

Perbedan Antara Waris dengan Hibah

Perbedan Antara Waris dengan Hibah
Dalam hal pembagian Harta Waris dan Harta Hibah, terdapat perbedaan yang paling utama antara harta yang diterima lewat warisan dengan harta yang diterima lewat hibah adalah pada masih hidup atau tidaknya pemberi harta. Bila pemilik harta itu masih hidup dan dia memberikannya kepada anak-anaknya atau mungkin juga orang lain, namanya hibah dan bukan warisan. Sedangkan warisan hanya dibagi bila pemilik harta sudah wafat.

Apabila pemilik harta sejak masih hidup sudah berpesan bahwa bila nanti meninggal, hartanya akan diberikan kepada si fulan dan si fulan, maka ini namanya bukan hibah juga bukan warisan, tetapi namanya wasiat. Jadi wasiat berbeda dengan hibah pada penentuan perpindahan kepemilikan.

Dalam hibah, begitu pemilik harta memberikannya kepada seseorang, saat itu juga sudah terjadi perpindahan kepemilikan harta. Katakanlah misalnya ayah memberi mobil kepada anaknya, maka anak saat itu juga sudah punya hak sepenuhnya atas mobil tersebut. BPKB dan STNK sudah bisa di balik nama. Lalu terserah si anak, apakah mobil itu mau dipakainya atau mau disewakan atau mau dijual.

Sebaliknya, bila si ayah mengatakan bahwa nanti bila ayah meninggal, mobil akan menjadi hak anak, tentu saja itu bukan hibah, akan tetapi wasiat. Hanya saja, wasiat seperti ini tidak boleh, karena secara aturan, si anak sudah pasti akan menerima bagian harta dari si ayah lewat hukum warisan. Jadi si anak tidak lagi berhak atas wasiat dari ayahnya, karena sudah pasti dapat dari warisan. Wasiat seperti ini hanya diperuntukkan buat mereka yang tidak termasuk ahli waris dengan maksimal quota 1/3 dari total harta milik ayah.

Adapun yang sisanya yaitu 2/3 bagian merupakan hak ahli waris yang tidak boleh diganggu gugat. Selain itu, perbedaan lainnya adalah bahwa di dalam hibah itu tidak ada aturan pembagian. Tidak ada ketetapan siapa dapat berapa. Sebaliknya, di dalam aturan warisan, siapa saja yang berhak mendapat bagian sudah ditetapkan langsung oleh Allah SWT, bukan berdasarkan kesepakatan atau musyawarah. Besarnya masing-masing bagian pun sudah termasuk dalam ‘paket kiriman langit’, sehingga tidak ada kompromi dalam urusan hitung-hitungannya.

Adapun wasiat, aturannya berbeda dengan warisan dalam hal siapa yang berhak dan besarnya bagian itu. Dalam wasiat, para ahli waris diharamkan menerimanya. Jadi hanya mereka yang bukan termasuk ahli waris saja yang mendapatkannya.

Jadi dalam hal memberi dan membagi-bagi harta orang tua kepada anak-anaknya. Inilah yang  dinamakan hibah. Dan syarat pemberian itu harus legal sejak saat itu juga secara hukum. Jangan sampai perpindahan hak kepemilikannya baru sah setelah ayah dan ibu meninggal, karena kalau demikian, namanya wasiat. Dan wasiat seperti ini hukumnya tidak boleh, sebab Anda dan saudara-saudara Anda adalah anak mereka . Sebab harta itu tidak boleh diwasiatkan kepada ahli waris sendiri. Hanya boleh dihibahkan atau diwariskan.

Semoga bermanfaat....

Tuesday, March 25, 2014

SKI - Masuknya Islam Di Indonesia

SKI - Masuknya Islam ke Indonesia
SKI adalah ilmu yang mempelajari tentang kondisi – kondisi perkembanagan kebudayaan (politik, ekonomi, kesenian) yang terjadi pada masa dinasti Abassiyah (puncak kejayaan islam).
Sebelum masuknya Islam, bangsa Indonesia menganut berbagai kepercayaan yang telah mendarah daging seperti animisme (kepercayaan terhadap roh – roh yang dianggap suci) dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda).
A.  Proses Masuknya Agama Islam ke Indonesia Masuknya agama Islam ke Indonesia hingga kini dengan pasti. Tetapi ada 2 pendapat yang umumnya diterima.
  • Abad ke- 7 M
  1. Catatan sejarah kerajaan Cina
Menurut catatan ini, Pada zaman Dinasti Tang terdapat orang-orang ta-shih* untuk menyerang kerajaan Holing.
  1. Berita Chou Ku-Fei
Menurut berita ini, di daerah Indonesia saat itu terdapat dua tempat yang menjadi komunitas orang ta-shih*, yaitu fo-lo-an dan sumatera.
  1. Berita Jepang
Berita ini menceritakan perjalanan pendeta Kanshin ke Indonesia. Dalam berita tersebut dikemukakan bahwa pada masa itu di Kanton terdapat kapal-kapal Po-sse* dan Ta-shih K-uo**.
(cat: *orang-orang Arab dan **bangsa melayu)
  • Abad ke- 13M
  1. Catatan perjalanan Marco Polo
Catatan ini mengisahkan perjalanan Marco Polo ke Sumatera bagian utara. Pada saat itu, Marco Polo sempat singgah ke Kerajaan Islam Samudera Pasai dalam pelayarannya kembali ke Eropa dari Cina.
  1. Berita Ibn Battutah
Pendapat ini mendukung serta batu nisan Sultan Malik as-salih ditemukan di Sumatera Utara barangka tahun Ramadan 676H. Sultan Malik as-salih dikenal sebagai seorang pengajar taswuf.

Golongan pembawa agama Islam di Indonesia adalah kaum pedagang. Hal itu sangat efisien karena pada masa itu pelayaran dan perdagangan Internasional snagat berkembang. Sehingga daerah yang terlebih dahulu memeluk agama islam adalah daerah pesisir. Selain itu, kaum mubalig atau guru agama juga dating untuk mengajarkan dan menyebarkan agama islam. Mereka mendirikan banyak pesantren yang mencetak kader-kader ulama atau gur agama local. Golongan lain yang juga disebut sebagai pembawa agama islam adalah penganut tasawuf (kaum sufi).
Di Indonesian terdapat dua kelompok besar masyarakat penerima agama islam, yaitu golongan elite (para, bangasawan, dan penguasa) dan golongan wong cilik (golongan lapisan bawah). Disamping sebagi penguasa politik, golongan elite juga mempunyai peranan dalam menentukan kebijakan-kebijakan perdagangan dan pelayaran. Di antara golongan elite tersebut terdapat pula para pemilik saham dan pemegang monopoli dagang atau pelayaran.
B.  Cara-Cara Masuknya Islam ke Indonesia Masuknya islam di Indonesia pada umumnya berjalan damai. Secara umum, Islam masuk ke Indonesia dengan cara-cara berikut ini.
v Perdagangan
Masuknya islam ke Indonesia terjadi pada tahap awal, yaitu sejalan dengan ramainya lalu lintas perdagangan laut pada abad ke-7M hingga abad ke-16M. pedagang muslim yang berdagang ke Indonesia makin banyak sehingga akhirnya membentuk pemukiman yang disebut pekojan.
v Perkawinan
Para pedagang Islam yang dating ke Indonesia banyak yang menikah dengan wanita pribumi. Wanita-wanita pribumu yang beragama islam diminta mengucapkan syahadat  sebagai tanda menerima Islam sebagai agamanya. Melalui proses seperti ini, kelompok mereka makin besar dan lambat laun berkembang dari komunitas kecil menjadi kerajaan-kerajaan Islam.
v Pendidikan
Penyebaran Islam melalui pendidikan, dilakukan melalui pesantren-pesantren, khususnya oleh para kiai. Disamping mengajar di pesantren-pesantren, para kiai sering kali menjadi penasihat para raja atau bangsawan.
v Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran atau cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Bebrapa tokoh tasawuf yang terkenal adalah Hamzah fansuru, syamsudin, Syekh abdul shamad, dan Nuruddin ar-Raniri.
v Kesenian
Penyebaran agama islam di Indonesia terlihat pula dalm kesenian Islam. Hasil-hasil ini dapat pula dilihat pada bangunan masjid-masjid kuno di Demak, Cirebon, Banten, dan aceh.

C.  Perkembangan Islam di Indonesia Kerjaan Samudera Pasai adalah kerajaan islam pertama di Indonesia. Saat itu, Pasai menjadi pusat perdagangan yang banyak disinggahi para pedagang dari berbagi Negara, namu perananan malaka dapat membuat turun Samudera Pasai. Pada abad ke-14, Malaka telah tumbuh menjadi pusat perdagangan terbesar di Asia Tenggara.
Perkembangan Islam di Pulau Jawa relative cepat seiring dengan semakin lemahnya Kerajaan Majapahit. Factor yang menyebabkan agama islam dapat cepat berkembang dengan cepat di Indonesia. Diantaranya sebagai berikut.
  • Syarat untuk masuk agama islam sangatlah udah. Sesorang hanya butuh mengucapkan kalimat syahadat. Dengan begitu secara resmi orang tersebut sudah masuk agama Islam.
  • Agama Islam tidak mengenal system kasta. Setiap anggota masyarakat mempunyai kedudukan yang sama di mata Allah SWT.
  • Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relative damai(tanpa melalui kekerasan).
  • Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah member peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain.
  • Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana.
Perkembangan Islam di bebrapa wilayah di Indonesia sekitar abad ke-12 hingga abad ke-16 adalah sebagai berikut.
1)    Pulau Sumatera
Pada abad ke-7M daerah Sumatera bagian utara adalah pusat perdagang rempah-rempah yanmg sangat ramai. Letak pelabuhanyang strategis untuk menunggu datangnya angin musim dari timur Laut yang menuju ke barat. Dalam selang waktu tersebut, para pedagang Arab kemudian ikut menyebarkan agama islam.
Di Sumatera bagian selatan, kemunduran kerajaan Budha Sriwijaya pada abad ke-13M, dimanfaatkan oleh Kerajaan Samudera Pasai untuk muncul sebagai kekuatan ekonomi baru. Jalur perdagangan di Selat Malaka semakin ramai dan berkembang dari kerajaan Samudera Pasai kea rah Malaka dan Pulau Jawa.
2)    Pulau Jawa
Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa diperkirakan dari malaka. Namun, kapan tepatnya tidak diketahui dengan pasti. Bukti tertua tentang agama Islam di Pulau jawa dari batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, yang berangka tahun 1082M. Namun, hal ini  belum berarti bahwa saat itu Islam ssudah masuk di daerah Jawa Timur. Setelah akhir abad ke-13M bukti-bukti islamisasi sudah banyak ditemukan di Pulau Jawa seperti, beberapa batu nisan di Troloyo, Trowulan, dan Gresik.
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa kemunduran, di awal abad ke-15M, kota-kota pelabuhan seperti Tuban dan Gresik muncul sebgai pusat penyebaran agama Islam. Dari kedua kota ini pengaruh agama Islam menyebar hingga ke kota-kota pelabuhan bagian Timur Indonesia sepertii, Maluku. Dan menyebar ke daerah pesisir utara Jawa Barat seperti Cirebon, Sunda Kelapa, dan Banten sangat potensial sebagai daerah pemasarn hasil bumi.
3)    Pulau Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi
Penyebaran Islam di Pulau Kalimantan dapat diketahui dari Hikayat Banjar milik Kerajaan Banjar. Islamisasi di daerah ini dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan politik Kerajaan Demak dalam konflik antara Kerajaan Banjar dan Kerajaan Daha.
Sementara itu, penyebaran agama islam di daerah Maluku dan Sulawesi berjalan damai. Proses ini tidak dapat dipisahkan dari terjalinnya hubungan dan pelayaran internasional Malaka-Jawa-Maluku. Pengaruh agama Islam diperkirakan masuk ke Maluku pada abad ke-14M. adapun di Sulawesi, terutama bagian selatan, agama islam diperkirakan masuk pada abad ke-16M. di daerah ini islamisasi terjadi melalui konversi pusat kekuasaan (istana/keratin). Konversi agama dijalankan dengan pust kekuasaan yang telah ada.

Semoga bermanfaat...

Wednesday, October 16, 2013

Siapakah Wanita Pilihan? Siapakah Lelaki Pilihan? Khitbah (Meminang)

KITAB NIKAH

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Nikah termasuk salah satu di antara Sunnah para Rasul yang paling ditekankan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً

"Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan." [Ar-Ra’d: 38]

Dimakruhkan meninggalkan Sunnah ini tanpa alasan, sebagaimana disebutkan dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata :

جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوْتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُوْنَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوْا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوْهَا، فَقَالُوْا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ رَسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْغُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَاتَأَخَّرَ. فَقَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا، فَأَنَا أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ الآخَرُ: أَنَا أَصُوْمُ الدَّهْرَ وَلاَأُفْطِرُ وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا. فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: ((أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؟ أَمَّا وَاللهِ إِنِّى َلأَخْشَاكُمْ ِللهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنِّى أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى)).

“Ada tiga laki-laki datang ke rumah isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menanyakan tentang ibadah beliau, setelah diceritakan kepada mereka, maka mereka merasa bahwa ibadah mereka itu sedikit, kemudian mereka berkata, “Di manakah posisi kami dibanding Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan beliau telah diampuni segala dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Maka salah seorang di antara mereka berkata, ‘Aku akan shalat malam selamanya.’ Seorang lagi berkata, ‘Aku akan berpuasa sepanjang tahun tanpa berbuka,’ dan yang lain berkata, ‘Aku akan menghindari wanita dan tidak akan menikah selamanya.’ Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang dan bersabda, ‘Kaliankah yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa membenci Sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.’” [1]

Bagi orang yang telah mampu dan takut dirinya terjatuh ke dalam perbuatan keji, maka nikah adalah wajib hukumnya, karena zina dan segala sesuatu yang mendorong seseorang kepada perbuatan tersebut adalah haram. Orang yang takut dirinya akan terjerumus kepada perbuatan zina, maka ia harus mengantisipasinya. Dan apabila hal itu tidak dapat tercapai kecuali dengan menikah, maka wajib baginya untuk menikah.[2]

Adapun bagi yang belum mampu untuk menikah sedangkan ia sudah sangat berhasrat, maka hendaknya ia berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami:

يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

“Wahai kaum muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu maka hendaknya menikah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab ia dapat mengekangnya.” [3]

Siapakah Wanita Pilihan ?
Barangsiapa yang ingin menikah, maka hendaknya ia mencari seorang wanita yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Taat beragama, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍ: لِمَالِـهَا، وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِـهَا، وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.

“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu beruntung.” [4]

2. Masih gadis, kecuali jika ada mashlahat baginya untuk menikahi wanita janda, karena telah disebutkan dalam satu riwayat bahwasanya Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu berkata:

تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَقِيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ: يَاجَابِرُ، تَزَوَّجْتَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ : بِكْرٌ أَمْ َثيِّبٌ؟ قُلْتُ: ثَيِّبٌ. فَهَلاَّ بِكْرًا تُـلاَعِبُهَا؟ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله إِنَّ لِيْ أَخَوَاتٌ، فَخَشِيْتُ أَنْ تَدْخُلَ بَيْنِيْ وَبَيْنِهِنَّ. قَالَ: فَذَاكَ إِذَنْ. إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِيْنِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا، فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.

“Aku telah menikahi seorang wanita di masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala bertemu dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bertanya, ‘Wahai Jabir, apakah engkau telah menikah?’ aku menjawab, ‘Ya.’ Kemudian beliau bertanya, ‘Dengan gadis atau janda?’ Aku menjawab, ‘Seorang janda.’ Beliau bersabda, ‘Mengapa engkau tidak memilih seorang gadis sehingga engkau dapat bercanda dengannya?’ Kemudian aku berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku me-miliki beberapa saudara perempuan sehingga aku takut akan terjadi kesalahpahaman.’ Maka beliau bersabda, ‘Jika demikian adanya, maka tidak masalah. Sesungguhnya wanita itu dinikahi karena agama, harta dan kecantikannya, maka nikahilah wanita yang taat beragama niscaya engkau akan bahagia.” [5]

3. Wanita yang subur, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda :

(تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمُ).

“Nikahilah wanita yang subur peranakannya dan penyayang, sebab aku akan berbangga di hadapan umat lain dengan jumlah kalian yang banyak.” [6]

Siapakah Lelaki Pilihan?
Apabila seorang lelaki dianjurkan untuk mencari wanita berkriteria seperti yang telah kami sebutkan di atas, maka bagi wali wanita juga berkewajiban untuk mencari lelaki shalih yang akan dinikahkan dengan anaknya. Abu Hatim al-Muzani Radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا جَاءَكُـمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ.

‘Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak wanita kalian), jika tidak maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” [7]

Dan tidaklah mengapa apabila seorang wali menawarkan puteri atau saudara wanitanya kepada orang-orang yang shalih, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar Radhiyallahu anhuma ditinggal mati oleh suaminya yang bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Aku mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata, ‘Akan aku pertimbangkan dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman mendatangiku dan berkata, ‘Aku telah memutuskan untuk tidak menikah pada saat sekarang.’ ‘Umar berkata, ‘Kemudian aku menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika engkau mau, aku nikahkan engkau dengan Hafshah binti ‘Umar.’ Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun dan pada saat itu aku merasa lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman. Beberapa hari berlalu sampai kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meminangnya, maka aku nikahkan ia dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian Abu Bakar menemuiku dan berkata, ‘Engkau marah kepadaku tatkala engkau menawarkan Hafshah akan tetapi aku tidak berkomentar apa-apa?’ ‘Umar menjawab ‘Ya’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu kecuali karena aku tahu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutnya (Hafshah). Aku tidak ingin menyebarluaskan rahasia Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau meninggalkannya, maka niscaya aku akan menerimanya.’”[8]

Melihat Wanita Yang Dipinang
Barangsiapa yang hatinya berhasrat ingin meminang seorang wanita, maka disyari’atkan baginya untuk melihatnya sebelum ia meminang. Muhammad bin Maslamah Radhiyallahu anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi dan mengintip wanita tersebut sehingga aku dapat melihatnya.” Kemudian dikatakan kepadanya, “Bagaimana engkau melakukan hal ini sedangkan engkau adalah Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam?” Ia menjawab, “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَلْقَى اللهُ فِيْ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَبَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا.

"Jika Allah menaruh hasrat kepada hati seorang laki-laki untuk melamar seorang wanita, maka tidak mengapa jika ia melihat wanita tersebut.’” [9]

Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengabarkan kepada beliau bahwasanya aku melamar seorang wanita, maka beliau bersabda :

اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا.

"Pergi dan lihatlah wanita tersebut, karena dengan melihatnya dapat lebih mengekalkan kasih sayang di antara kalian berdua.’” [10]

Khitbah (Meminang)
Khitbah artinya melamar seorang wanita untuk dijadikan isterinya dengan cara yang telah diketahui di kalangan masyarakat. Jika telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut hanyalah satu janji kesepakatan untuk menikah, lelaki yang melamar tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan apa pun terhadap wanita yang dilamarnya karena statusnya masih orang lain sampai ia diikat dengan tali pernikahan.

Dan tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk melamar seorang wanita yang telah dilamar saudaranya, sebagaimana perkataan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma :

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ بَعْضُكُـمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَتْرُكَ الخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ.

“Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang sebagian dari kalian membeli sesuatu yang sedang dibeli oleh orang lain. Dan janganlah seseorang melamar wanita yang masih dilamar oleh saudaranya sampai orang tersebut meninggalkannya atau mengizinkannya.” [11]

Demikian juga tidak boleh melamar wanita yang sedang dalam ‘Iddah thalaq Raj’i (masa penantian seorang wanita setelah ditalak dan masih dapat rujuk kembali-penj), karena statusnya masih sebagai isteri orang lain, sebagaimana ia juga tidak diperbolehkan untuk tashrih (secara terang-terangan) melamar wanita yang masih dalam ‘iddah thalaq ba’in (masa penantian seorang wanita setelah talak yang tidak dapat rujuk kembali-pent) atau karena meninggalnya suami, akan tetapi tidak mengapa baginya untuk ta’ridh (dengan sindiran). Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ

"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu." [Al-Baqarah: 235]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari dan ini adalah lafazhnya (IX/104, no. 5063), Shahiih Muslim (II/1020, no. 1401), Sunan an-Nasa-i (VI/60).
[2]. As-Sailul Jarraar (II/243)
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/112, no. 5066), Shahiih Muslim (II/1018, no. 1400), Sunan Abi Dawud (VI/39, no. 2031), Sunan at-Tirmidzi (II/272, no. 1087), Sunan an-Nasa-i (VI/56), Sunan Ibni Majah (I/592, no. 1845).
[4]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/132, no. 5090), Shahiih Muslim (II/1086, no. 1466), Sunan Abi Dawud (VI/42, no. 2032), Sunan Ibni Majah (I/597, no. 1858), Sunan an-Nasa-i (VI/68)
[5]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih Muslim (II/1087, no. 715) dan ini adalah lafazh-nya, dan dengan lafazh yang semisalnya tanpa kalimat yang terakhir, diriwayatkan dalam Shahiih al-Bukhari (IX/121, no. 5079), Sunan Abi Dawud (VI/43, no. 2033), Sunan at-Tirmidzi (II/280, no. 1106), Sunan Ibni Majah (1/598, no. 1860), Sunan an-Nasa-i (VI/65) dengan lafazh Muslim dan sedikit tambahan.
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2940)], [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1784)], Sunan Abi Dawud (VI/47, no. 2035), Sunan an-Nasa-i (VI/65).
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 866)], Sunan at-Tirmidzi (II/ 274, no. 1091)
[8]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3047)], Shahiih al-Bukhari (IX/ 175, no. 5122), Sunan an-Nasa-i (VI/77). Lihat kitab Fat-hul Baari (IX/ 83) terbitan Daar ar-Rayyan.
[9]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 151)], Sunan Ibni Majah (I/599, no. 1864).
[10]. Shahih: [Shahiih as-Sunan at-Tirmidzi (no. 868)], Sunan an-Nasa-i (VI/ 69) dan ini adalah lafazhnya, Sunan at-Tirmidzi (II/275, no. 1093) dan dalam riwayatnya dengan lafazh “فَإِنَّهُ أَحْرَى”
[11]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3037)], Shahiih al-Bukhari (IX/198, no. 5142), Sunan an-Nasa-i (VI/73)

Sumber : http://almanhaj.or.id

KETENTUAN DAN SYARAT QURBAN

Ketentuan-ketentuan :

ORANG YANG DISYARIATKAN BERQURBAN

Orang yang disyariatkan bequrban adalah orang yang mampu melaksanakan qurban. Memang ada dua pendapat tentang syariat qurban ini, pendapat pertama mewajibkan, inilah pendapat yang dianut oleh Imam Hanafi. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa hukum berqurban adalah sunnah muakkadah. Tapi inti dari kedua pendapat ini adalah bahwa berqurban disyariatkan kepada orang yang mampu, berdasarkan hadits Rosulullah SAW Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :

”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).

Adapun yang tidak mampu tidak disyariatkan berqurban, bahkan merekalah yang berhak menerima daging qurban.


WAKTU PELAKSANAAN QURBAN

Waktu pelaksanaan qurban adalah setelah dilaksanakannya shalat ‘ied berdasarkan sabda Rosulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim :

“Barang siapa menyembelih sebelum shalat hendaklah menyembelih sekali lagi sebagai gantinya, dan siapa yang belum menyembelih hingga kami selesai shalat maka menyembelihlah dengan bismillah".

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda :

"Sesungguhnya pekerjaan pertama yang harus kita awali pada hari kita ini adalah shalat, kemudian kita pulang lalu menyembelih qurban. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka ia telah melaksanakan contoh kami dengan tepat dan barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum shalat, maka ia hanya memberikan daging biasa kepada keluarga; sedikitpun tidak bersangkut paut dengan ibadah penyembelihan qurban." (HR. Muslim).

Adapun masa diperbolehkannya melaksanakan qurban adalah selama hari-hari tasyriq, yaitu dua hari setelah hari adha, berdasarkan hadits Rosulullah dari Jubair bin Mut�im bahwa Rosul shallallahu �alaihi wa sallam bersabda :

“Pada setiap hari-hari tasyriq ada sembelihan".(Dikeluarkan Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dalam shahihnya dan Al-Baihaqi).

Di dalam Al-Muwatha� dari Ibnu Umar, Rosulullah bersabda : “berqurban dua hari setelah hari Adha”.

JENIS-JENIS HEWAN QURBAN

Hewan yang disyaratkan dalam pelaksanaan ibadah qurban tidak semua jenis hewan, tapi hanya hewan ternak yang terdiri dari kambing dan yang sejenis, sapi dan yang sejenis, dan unta.

JUMLAH HEWAN YANG DIQURBANKAN

Tidak ada keterangan yang menyatakan adanya ketentuan dalam jumlah hewan qurban, sehingga jumlah hewan qurban tidak ada pembatasan dan penyembelihan hewan qurban disesuaikan dengan kemampuan.

KETENTUTAN JUMLAH ORANG DALAM BERQURBAN

Islam telah menentukan ketetapan jumlah orang dalam berqurban sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Rosulullah SAW. Untuk kambing hanya diperbolehkan satu orang saja yang menjadi pequrban dan tidak boleh berpatungan dengan yang lainnya. Sedangkan sapi dan sejenisnya serta unta diperbolehkan berpatungan dengan jumlah tujuh orang. Hal ini berdasarkan hadits Rosulullah SAW :

“Kami menyembelih hewan pada saat Hudaibiyah bersama Rasulullah SAW. Satu ekor badanah (unta) untuk tujuh orang dan satu ekor sapi untuk tujuh orang”.(HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmizy)

Dalam hadits lain disebutkan :"Seseorang laki-laki menjumpai Rasulullah saw. dan berkata, "Saya harus menyembelih Badanah (Sapi/Unta) dan saya memang seorang yang mampu, tetapi saya tidak mendapatkan Badanah itu untuk dibeli dan disembelih," Rasulullah saw. kemudian menyuruh laki-laki itu membeli 7 ekor kambing untuk disembelihnya (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Abbas).

Demikian juga dalam riwayat Muttafaq �alaih dari Jabir, ia berkata : "Aku disuruh Rasulullah saw. bersekutu dalam seekor unta dan sapi untuk tujuh orang satu ekor badanah (sapi/unta)" (HR. Ahmad Bukhari dan Muslim), dan masih banyak riwayat lainnya yang menjelaskan masalah ini.

Hadits-hadits tersebut menerangkan bahwa hewan jenis sapi dan sejenisnya serta unta diperbolehkan berpatungan dengan jumlah tujuh orang. Sedangkan hewan jenis kambing tidak ada keterangan yang menyatakan boleh lebih dari satu orang. Karena itu para fuqaha sepakat bahwa kambing dan yang sejenisnya tidak boleh disembelih atas nama lebih dari satu orang. Kalau pun dibolehkan berqurban kambing dengan peserta lebih dari dari satu orang, maka harus merupakan keluarganya.

Misalnya Al-Hanabilah dan Asy-Syafi�iyah yang membolehkan seseorang berqurban seekor kambing untuk dirinya dan untuk keluarganya. Hal ini karena Rasulullah SAW memang pernah menyembelih seekor kambing qurban untuk dirinya dan untuk keluarganya

Hal ini juga disepakati oleh Imam Malik, bahkan beliau membolehkan bila anggota keluarganya itu lebih dari tujuh orang. Namun ada beberapa syarat :

1. pesertanya adalah keluarga
2. diberi nafkah olehnya dan
3. tinggal bersamanya.

Dalil dari pendapat tersebut adalah sebuah hadits yang menyatakan bahwa Atha bin Yasar berkata : "Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari, bagaimana sifat sembelihan di masa Rasulullah, beliau menjawab: jika seseorang berqurban seekor kambing, maka untuk dia dan keluarganya. Kemudian mereka makan dan memberi makan dari qurban tersebut." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Malik, Al-Baihaqi dan sanadnya hasan, lihat Ahkamul Iedain hal. 76).

KETENTUAN PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN

Ada beberapa ketentuan dalam penyembelihan hewan qurban :

1. Niat berqurban karena Allah semata
Hal yang terpenting dalam proses ibadah qurban adalah niat. Niat adalah sesuatu yang asasi dalam ibadah qurban dan ibadah-ibadah lainnya. Dengan niat ibadah seseorang diterima, dan dengan niat pula ibadah seseorang ditolak oleh Allah SWT. Bila niat kita berqurban dalam rangka taat kepada Allah dan menjalankan perintahnya, maka insya Allah ibadah qurban kita diterima disisi Nya. Sebaliknya jika niat kita berqurban dalam rangka yang lainnya, misalnya karena ingin dipuji, atau malu kalau tidak melaksanakan ibadah qurban, atau qurban yang dipersembahkan untuk selain Allah, maka qurban-qurban tersebut tidak ada manfaatnya dan tidak diterima disisi Allah.

2. Ketika menyembelih mengucapkan asma Allah
"Dari Anas bin Malik, ia berkata: Bahwasanya Nabi saw menyembelih dua ekor kibasnya yang bagus dan bertanduk. Beliau mengucapkan basmallah dan takbir dan meletakkan kakinya di samping lehernya."
(HR. Bukhari, Muslim dan lainnya).

Berkata Rafi bin Khadij, ya Rasulullah bahwa kami besok akan berhadapan dengan musuh dan kami tidak mempunyai pisau (buat menyembelih). Maka Nabi saw. bersabda, "Apa saja yang bisa mengalirkan darah dan disebut dengan nama Allah padanya maka kamu makanlah (HR. Jama’ah)

3. Menyembelih dengan pisau yang tajam
Telah berkata Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw. memerintahkan supaya pisau itu ditajamkan dan supaya tidak ditampakkan kepada binatang-binatang dan beliau bersabda, "Apabila seorang daripada kamu menyembelih maka hendaklah ia percepat kematiannya" (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

4. Disembelih tepat dikerongkongan/ leher
Telah berkata Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw pernah mengutus Budail bin Warqa Al-Khuza’i dengan naik unta yang kehijau-hijauan supaya berteriak di jalan-jalan Muna (dengan berkata) : “ketahuilah bahwa sembelihan itu tepatnya di kerongkongan/lehernya”. (H.R. Daruquthni).

5. Disembelih oleh muslim
Ibadah qurban adalah ibadah yang diperintahkan dan disyariahkan oleh Allah kepada kaum muslimin dan tidak dibebankan kepada selain mereka, karena perintah ini berhubungan dengan masalah keyakinan dan kepercayaan. Karena umat Islam dalam menjalankan perintah ini didasari oleh ketaatan kepada perintah Allah. Dan dasar dari ketaatan ini adalah keyakinan dan kepercayaan kepada sesuatu yang dipercayai dan diyakininya, dalam hal ini adalah Allah SWT. Jadi bagaimana mungkin orang yang tidak meyakini dan mempercayai Allah melaksanakan apa yang diperintahkan Allah?

Begitupun dengan penyembelihan harus dilaksanakan oleh orang Islam karena ibadah qurban adalah ibadahnya kaum muslimin dan semua proses ibadah dari awal sampai akhir harus dilakukan oleh kaum muslimin. Disamping itu, penyembelihan juga terkait dengan penyebutan asma Allah yang disebutkan oleh penyembelih, jika yang melakukan penyembelihan bukan orang Islam yang notabene mereka tidak mempercayai Allah, asma Allah mana yang mereka sebutkan, sedangkan mereka sendiri tidak mempercayai Allah?. Untuk itu, penyembelihan hanya dapat dilakukan oleh kaum muslimin, Karena masalah ini terkait dengan dua hal yang telah disebutkan diatas, yaitu kepercayaan dan penyebutkan asma Allah.

6. Tunggu ternak tersebut sampai mati sempurna
Jika hewan qurban telah disembelih, maka biarkanlah hewan tersebut sampai mati dan jangan dikuliti atau dipotong anggota tubuhnya sebelum benar-benar mati. Karena jika hal ini dilakukan akan menyiksa hewan tersebut, dan ini adalah hal yang dilarang.

7. terputus urat leher, yaitu Hulqum (jalan napas), Mari� (jalan makanan), Wadajain (dua urat nadi dan syaraf).

Telah berkata Ibnu Abbas dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. telah melarang syarithatusy-syaitan yaitu (sembelihan) yang disembelih hanya putus kulitnya dan tidak putus urat lehernya (H.R. A. Dawud)

KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Bagi yang Memiliki Qurban, jangan Memotong Rambut dan Kukunya setelah Masuknya 10 Dzul Hijjah hingga Dia Berqurban

"Dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: "Apabila kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian hendak menyembelih, maka hendaknya dia menahan (yakni tidak memotong, pent) rambut dan kukunya."(HR. Muslim).

Imam Nawawi berkata: "Maksud larangan tersebut adalah dilarang memotong kuku dengan gunting dan semacamnya, memotong rambut; baik gundul, memendekkan rambut,mencabutnya, membakarnya atau selain itu. Dan termasuk dalam hal ini, memotong bulu ketiak, kumis, kemaluan dan bulu lainnya yang ada di badan (Syarah Muslim 13/138)."

ORANG YANG MELAKUKAN PENYEMBELIHAN TIDAK BOLEH DIBERI UPAH DARI HEWAN QURBAN

Apabila penyembelihan dilakukan oleh orang lain atau tukang potong dan perlu diberi upah, maka upah itu tidak boleh diambil dari hewan qurban tersebut, misalnya upah tukang potong adalah kepala kambing atau kulit kambing dan sebagainya. Jika penyembelih atau pemotong hewan tersebut termasuk orang yang berhak menerima daging qurban, itu adalah hal lain. Jika orang itu berhak menerima daging qurban, apakah ia sebagai penyembelih atau bukan, ia tetap berhak mendapatkannya. Ia mendapatkan daging qurban itu bukan sebagai penyembelih, tetapi sebagai orang yang berhak. Dalam suatu hadits dinyatakan :

"Saya diperintah oleh Rasulullah saw untuk menyembelih unta-untanya, membagi-bagikan kulit dan dagingnya dan saya diperintahkan agar tidak memberikan sesuatupun daripadanya kepada tukang potong." (HR, Jamaah).

Dalam hadits lainnya dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata :
"Rasulullah saw memerintahkan aku untuk menyembelih hewan qurbannya dan membagi-bagi dagingnya, kulitnya, dan alat-alat untuk melindungi tubuhnya, dan tidak memberi tukang potong sedikitpun dari qurban tersebut." (HR. Bukhari Muslim).

Begitupun daging sembelihan, kulit, bulu dan yang bermanfaat dari qurban tersebut tidak boleh diperjualbelikan menurut pendapat jumhur ulama.

BERSEDEKAH DARI HEWAN QURBAN, MEMAKAN DAN MENYIMPAN DAGINGNYA

Orang yang berqurban boleh memakan sebagian daging qurbannya, hal ini dinyatakan dalam firman Allah SWT :

"Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah SWT pada hari yang ditentukan (Hari Adlha dan Tasyrik) atas rizki yang Allah SWT telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir." (QS. Al-Hajj : 28).

Bagi yang menyembelih disunnahkan makan daging qurbannya, menghadiahkan kepada karib kerabatnya, bershadaqah pada fakir miskin, dan menyimpannya untuk perbekalan atau simpanan. Rosulullah saw bersabda :

"Makanlah, simpanlah untuk perbekalan dan bershadaqahlah."(HR.Bukhari Muslim).

Syarat-syarat :
1. Cukup Umur
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bahwasannya Rasulullah saw bersabda., "Jangan kamu menyembelih untuk qurban melainkan yang �mussinah� (telah berganti gigi) kecuali jika sukar didapat, maka boleh berumur satu tahun (yang masuk kedua tahun) dari kambing/domba” (HR. Muslim)

Hadits lain dari Jabir, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, akan tetapi jika kalian merasa berat hendaklah menyembelih Al-Jadz’ah" (HR. Muslim dan Abu Daud).

Syaikh Al-Albani menerangkan :
- Musinnah yaitu jenis unta, sapi dan kambing atau kibas. Umur kambing adalah ketika masuk tahun ketiga, sedangkan unta, masuk tahun keenam.
- Al-jazaah yaitu kambing atau kibas yang berumur setahun pas menurut pendapat jumhur ulama (Silsilah Ad-Dlaifah 1/160).

Salah satu hikmah dan manfaat disyariatkannya hewan qurban yang cukup umur adalah bahwa hewan qurban yang cukup umur akan menghasilkan daging yang berprotein tinggi dengan kadar asam amino yang lengkap, mudah dicerna, begitu pula teksturnya empuk.sedangkan ternak yang belum cukup umur akan menghasilkan daging yang lembek begitu pula yang telah tua sekali akan menghasilkan daging yang alot, sulit dicerna serta tidak berlemak yang menyebabkan rasa daging tidak lezat.

2. Sehat, tidak sakit, hilang atau cacat sebagian tubuhnya
Binatang yang akan disembelih untuk ibadah qurban adalah binatang yang sehat, dan tidak boleh binatang yang sakit, cacat, atau hilang sebagian tubuhnya, seperti kambing yang kurus, lemah, tidak berlemak, buta sebelah matanya, pincang, terpotong telinganya atau bagian tubuh lainnya.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits : "Tidak bisa dilaksanakan qurban binatang yang pincang, yang nampak sekali pincangnya, yang buta sebelah matanya dan nampak sekali butanya, yang sakit dan nampak sekali sakitnya dan binatang yang kurus yang tidak berdaging." (HR. Tirmidzi).

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan disahihkan oleh Tirmidzi dari Bara bin Azib bahwasannya Rosulullah saw bersabda.: “Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban yaitu, yang rusak matanya, yang sakit, yang pincang, yang kurus dan tidak berlemak lagi."

Juga riwayat Ahmad, An-Nasai, Abu Daud At-Tirmidzi dan Ibn Majah dari Ali ra yang menyatakan, "Rasulullah saw mencegah kita berqurban dengan hewan yang tercabut tanduknya, terputus sebagian kupingnya"

Dari ketentuan-ketentuan diatas, bila dikaji, hewan qurban yang sehat akan menghasilkan daging yang bebas dari penyakit yang membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi daging tersebut karena banyak di antara penyakit hewan yang bersifat zoonosis artinya penyakit yang berasal dari hewan yang hasilnya secara langsung ataupun tidak langsung dapat menular kepada manusia. Jenis-jenis penyakit tersebut seperti mad cow atau sapi gila, anthrax, dan juga flu burung yang pada saat ini sedang mewabah dan sudah banyak korban.





Friday, October 4, 2013

MENGENAL SIFAT ALLAH SWT DAN PENJELASAN


Asyhadu an-laa ilaaha illallaah  (Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah), Wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah  (dan saya bersaksi Muhammad SAW adalah Utusan Allah).

.Kalimat diatas menunjukkan pengakuan tauhid. Artinya, seorang muslim hanya mempercayai Allâh sebagai satu-satunya Allah.

Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi atau menjadi tujuan seseorang.
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan.
Para malaikat dan orang- orang yang berilmu [juga menyatakan yang demikian itu].
Tak ada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.2 Al-Baqara :18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok [akhirat],
dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.59. Al-Hasr :18)
|
Sebagai Umat islam meyakini adanya Allah SWT dan mengetahui sifat-sifatnya, agar menjadi mukmin sejati. Dengan modal iman inilah kita akan menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.

A.   Pengertian Iman kepada Allah SWT

Iman menurut bahasa artinya percaya atau yakin terhadap sesuatu. Iman menurut istilah adalah pengakuan di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dikerjakan dengan anggota badan.
Hal ini sesuai Hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
 “Iman adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan.”
(HR Thabrani)
Dari penjelasan Hadits di atas dapat disimpulkan bahwa iman kepada Allah SWT membutuhkan tiga unsur anggota badan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, yaitu hati, lisan dan anggota badan.
Iman kepada Allah merupakan suatu keyakinan yang sangat mendasar. Tanpa adanya iman kepada Allah SWT, seorang tidak akan beriman kepada yang lain, seperti beriman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul Allah dan hari kiamat.
Firman Allah SWT :
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab Allah yang diturunkan sebelumnya, Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”
(QS.An Nisa : 136)

B.   Sifat-Sifat Allah SWT

Allah SWT adalah zat Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas seluruh alam beserta isinya. Allah SWT memiliki sifat wajib, mustahil dan jaiz sebagai sifat kesempurnaan bagi-Nya.
Sebagai muslim yang beriman, wajib mengetahui sifat-sifat tersebut.
  • Sifat wajib, artinya sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah SWT – Sifat wajib Allah berjumlah 13.
  • Sifat mustahil, artinya sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada pada Allah SWT – Sifat mustahil merupakan kebalikan dari sifat wajib. Jumlahnyapun sama dengan jumlah sifat wajib bagi Allah SWT.
  • Sifat jaiz, artinya sifat yang mungkin bagi Allah SWT untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. – Artinya Allah berbuat sesuatu tidak ada yang menyuruh dan tidak ada yang melarang.
Sifat jaiz bagi Allah hanya satu, yaitu “Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu.”
Sifat Allah

C.  Dalil Naqli tentang Sifat-Sifat Allah SWT

Sifat-sifat Allah yang wajib kita imani ada 20, diantaranya :
|

1. Wujud ( Ada )

Adanya Allah itu bukan karena ada yang mengadakan atau menciptakan, tetapi Allah itu ada dengan zat-Nya sendiri.
Sifat mustahil-Nya adalah :  Adam  yang berarti tidak ada.
Untuk itulah kita tidak boleh meragukan atau mempertanyakan keberadaanNya.
Keimanan seseorang akan membuatnya dapat berpikir dengan akal sehat bahwa alam semesta beserta isinya ada karna Allah yang menciptakannya.
“Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy.
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya.
Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam“ … (QS. Al-A’raf :54)
Kepercayaan ada dan tidak adanya Allah SWT bergantung pada manusia itu sendiri yang bisa menggunakan akal sehatnya, sebagai bukti dengan adanya alam beserta isinya.
  • Jika kita perhatikan, maka dari mana alam semesta itu berasal ?
  • Siapakah Dia Yang Maha Kuasa dan Maha Agung itu ?
  • Dialah Allah SWT yang Maha Suci dan Maha Tinggi.
  • Dialah yang mengadakan segala sesuatu di alam ini, termasuk diri kita.
Selain melihat alam semesta, kita juga dapat melihat tanda-tanda kekuasaan-Nya, seperti manusia dengan segala perlengkapan hidupnya di dunia ini. Tentu kita bisa berfikir bahwa semua yang ada pasti ada yang menciptakan, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa ( Allah SWT).
Terkait dengan hal ini Allah SWT berfirman :
“Dan dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. Da Dialah yang menciptakan serta mengembangbiakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nyalah kamu akan dihimpun. Dan Dialah yang menghidupkn dan mematikan dan Dialah yang mengatur pertukaran malam da siang. Maka apakah kamu tidak berfikir?”   … (QS.Al Muminun :78-80)
|

2. Qidam ( Dahulu atau Awal )

Sifat Allah ini menandakan bahwa Allah swt sebagai Pencipta lebih dulu ada daripada semesta alam dan isinya yang Ia ciptakan.
Sifat mustahil-Nya adalah :  Hudus yang artinya baru.
Allah SWT tidak berpermulaan sebab sesuatu yang berpermulaan itu adalah baru dan sesuatu yang baru itu namanya mahluk (yang diciptakan). Allah SWT bukan mahluk melainkan Khalik (Maha Pencipta). Oleh karena itu Allah SWT wajib bersifat qidam.
Firman Allah SWT :
“Dialah yang Awal dan yang Akhir, yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu“ (QS. Al-Hadid :3)
Adanya Allah itu pasti lebih awal daripada mahluk ciptaan-Nya. Seandainya keberadaan Allah didahului oleh mahluk-Nya, maka semua ciptaan Allah ini akan hancur berantakan. Hal ini tentu mustahil bagi Allah karena Allah Maha pencipta, tidak mungkin ciptaannya lebih dahulu daripada yang menciptakan..
|

3. Baqa’ ( Kekal )

Kekalnya Allah SWT tidak berkesudahan atau penghabisan.
Sifat mustahilnya adalah  :  Fana’ artinya rusak atau binasa.
Semua mahluk yang ada di alam semesta seperti manusia, binatang, tumbuhan, planet dan bintang akan rusak atau binasa sehingga disebut baru sebab ada awal dan ada akhirnya.
Manusia betapapun gagah perkasa dirinya, wajah elok nan rupawan, suatu saat akan menjadi tua dan mati. Demikian halnya dengan tumbuhan yang semula tumbuh subur maka lama kelamaan akan layu dan mati. Sungguh betapa hina dan lemahnya kita berbangga diri di hadapan Allah SWT.
Betapa tidak patutnya kita berbangga diri dengan kehebatan yang kita miliki karena segala kehebatan itu hanyalah bersifat sementara. Hanya Allah SWT Sang Pencipta yang bersifat kekal.
Firman Allah SWT :
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabb-mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan“ (QS. Ar-Rahman :26-27)
|

4. Mukhalafatu lil hawadits ( berbeda dengan Ciptaannya )

Berbeda dengan semua yang baru (mahluk).
Sifat mustahil-Nya adalah :  Mumasalatu lil hawadisi
Artinya serupa dengan semua yang baru(mahluk).
Sifat ini menunjukkan bahwa Allah SWT berbeda dengan hasil ciptaan-Nya. Coba kita perhatikan tukang jahit hasil baju yang dijahit sendiri tidak mungkin sama dengan baju yang dibuat orang lain.
Begitu juga dengan tukang pembuat sepatu tidak mungkin sama dengan sepatu yang dibuatnya, bahkan robot yang paling canggih dan mirip manusia sekalipun tidak akan sama dengan manusia yang membuatnya.
Firman Allah SWT :
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat“ (QS. Asy-Syura :11)
Senada dengan ayat tersebut Allah SWT juga berfirman dalam ayat yang lain yang berbunyi :
“……….Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia(Allah).” (QS Al Ikhlas :4)
Dari dua ayat di atas dapat diambil pelajaran bahwa yang dimaksud dengan tidak setara itu adalah tentang keagungan, kebesaran, kekuasaan dan ketinggian sifat-Nya. Tidak satupun dari mahluk-Nya yang menyerupai-Nya..
|

5. Qiyamuhu binafsihi ( Allah berdiri sendiri )

Qiyamuhu Binafsihi berarti Allah SWT itu berdiri dengan zat sendiri tanpa membutuhkan bantuan yang lain. Maksudnya, keberadaan Allah SWT itu ada dengan sendirinya tidak ada yang mengadakan atau menciptakan.
Contohnya,
Allah SWT menciptakan alam semesta ini karena kehendak sendiri tanpa minta pertolongan siapapun.
Sifat mustahil-Nya adalah :  Ihtiyaju lighairihi,
artinya membutuhkan bantuan yang lain. Berbeda sekali dengan manusia, manusia hidup di dunia ini tidak bisa hidup sendiri-sendiri. Mereka pasti saling membutuhkan antara satu dan yang lainnya karena mereka mahluk (yang diciptakan), sedangkan Allah SWT adalah Maha Pencipta.
Firman Allah SWT :
“Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri.”
(QS Ali Imran:2)
Sadarlah ternyata kita ini mahluk yang sangat lemah karena tidak mampu hidup tanpa bantuan orang lain. Akan tetapi, sebagai manusia kita juga harus memiliki sifat mandiri supaa tidak bergantung pada orang lain.
|

6. Wahdaniyyah ( Esa atau Tunggal )

allah-1Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa., baik itu Esa zat-Nya, sifat-Nya, maupun perbuatannya.
Esa zat-Nya maksudnya zat Allah SWT itu bukanlah hasil dari penjumlahan dan perkiraan atau penyatuan satu unsur dengan unsur yang lain mkenjadi satu. Berbeda dengan mahluk, mahluk diciptakan dari berbagai unsur, seperti wujudnya manusia, ada tulang, daging, kulit dan seterusnya.
Esa sifat-Nya artinya semua sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah SWT tidak sama dengan sifat-sifat pada mahluk-Nya, seperti marah, malas dan sombong.
Esa perbuatan-Nya berarti Allah SWT berbuat sesuatu tidak dicampuri oleh perbuatan mahluk apapun dan tanpa membutuhkan proses atau tenggang waktu. Allah SWT berbuat karena kehendak-Nya sendiri tanpa ada yang menyuruh dan melarang.
Sifat mustahil-Nya adalah :  Ta’adud  
Artinya berbilang atau lebih dari satu. Allah SWT mustahil (tidak mungkin) lebih dari satu. Seandainya lebih dari satu pasti terjadi saling bersaing dalam menentukan segala sesuatunya, kalau terjadi demikian pasti alam semesta tidak akan terwujud.
Perhatikan firman Allah SWT berikut ini :
”Katakanlah (Muhammad ). Dialah Tuhan Yang Maha Esa . Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada_Nya segala sesuatu . dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS Al Ikhlas :1-4)
Meyakini ke-Esa-an Allah SWT merupakan hal yang paling prinsip. Seseorang dianggap muslim atau tidak , bergantung pada pengakuan tentang ke-Esa-an Allah SWT. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara bersaksi terhadap Allah SWT, yaiut dengan membaca syahadat tauhid yang berbunyi : “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah.”
|

7. Qudrat ( Berkuasa )

Kekuasaan Allah SWT, atas segala sesuatu itu mutlak, tidak ada batasnya dan tidak ada yang membatasi, baik terhadap zat-Nya sendiri maupun terhadap makhluk-Nya. Berbeda dengan kekuasaan manusia ada batasnya dan ada yang membatasi.
Sifat mustahil-Nya adalah :  ‘Ajzu,
artinya lemah. Allah SWT tidak mungkin bersifat lemah. Bagi Allah SWT, jika sudah berkehendak melakukan atau melakukan sesuatu, maka tidak ada satu pun yang dapat menghalangin-Nya. Dengan demikian, Allah SWT tetap bersifat kudrat (kuasa) dan mustahil bersifat ‘ajzu (lemah).
Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya ALLAH berkuasa atas segala sesuatu“ … (QS. Al-Baqarah :20)
Sungguh idak patut manusia bersifat sombong dengan kekuasaan yang kita miliki karena sebesar apapun Allah SWT. Pasti lebih kuasa. Oleh karena itu, kita sebagai hamba Allah yang hidup di muka bumi harus berkarya, berkreasi, dan berinovasi.
|

8. Iradat ( Berkehendak )

Allah SWT menciptakan alam beserta isinya atas kehendak-Nya sendiri, tanpa ada paksaan dari pihak lain atau campur tangan dari siapa pun  Apapun yang Allah SWT kehendakin pasti terjadi, begitu juga setiap setiap Allah SWT tidak kehendaki pasti tidak terjadi.
Berbeda dengan kehendak atau kemauan manusia, tidak sedikit manusia mempunyai keinginan, tetapi keinginan itu kandas di tengah jalan. Apabila manusia berkeinginan tanpa disertai dengan kehendak Allah SWT. Pasti keinginan itu tidak terwujud. Hal ini menunjukan bahwa manusia memiliki keterbatasan, sedangkan Allah SWT memiliki kehendak yang tidak terbatas.
Sifat mustahil-Nya adalah :  Karahah,
Artinya terpaksa. Jika Allah SWT bersifat karahah (terpaksa) pasti alam jagat raya yang kita tempai ini tidak terwujud sebab karahah itu adalah sifat kekurangan, sedangkan Allah SWT, wajib bersifat kesempurnaan. Dengan demikian, Allah SWT. Wajib bersifat iradah (berkehendak) mustahil bersifat karahah (terpaksa).
Untuk menguatkan keyakinan kita, Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:”Jadilah”maka terjadilah” …. (QS. Yasin : 82)
Sebagai manusia kita harus mempunyai kemauan, keinginan, dan cita-cita yang bertujuan membangun hari esok yang lebih baik karena kita hidup di muka bumi ini hanya bersifat sementara. Oleh karena itu, apapun yang kita cita-citakan dengan tujuan mengharap rida Allah SWT.
|

9. Ilmu ( Mengetahui )

Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, meskipun pada hal yang tidak terlihat.
Sifat mustahil-Nya adalah :  Jahlun yang artinya bodoh.
Allah SWT memiliki pengetahuan atau kepandaian yang sangat sempurna, artinya ilmu Allah SWT itu tidak terbatas dan tidak pula dibatasi. Allah SWT mengetahui segala sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang tampak maupun yang gaib.
Bahkan, apa yang dirahasiakan didalam hati manusia sekali pun. Bukti kesempurnaan ilmu Allah SWT, ibarat air laut menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah SWT, tidak akan habis kalimat-kalimat tersebut meskipun mendatangkan tambahan air yang banyak seperti semula.
Kita sering kagum atas kecerdasan dan ilmu yang dimiliki orang-orang pintar di dunia ini. Kita juga takjub akan indahnya karya dan canggihnya tekhnologi yang diciptakan manusia. Sadarkah kita bahwa ilmu tersebut hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah SWT kepada kita ?.
Firman Allah SWT :
”…..Allah SWT mengetahui apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” … (QS Al Hujurat:16)
Oleh karena itu, sebagai hamba Allah SWT, seharusnya terdorong untuk terus menimba ilmu. Kita sadar bahwa sebanyak apapun ilmu yang telah kita ketahui, masih lebih banyak lagi ilmu yang belum kita ketahui.
|

10. Hayat ( Hidup )

Hidupnya Allah tidak ada yang menhidupkannya melainkan hidup dengan zat-Nya sendiri karena Allah Maha Sempurna, berbeda dengan makhluk yang diciptakan-Nya.
Sifat mustahil-Nya adalah :  Mautun yang artinya mati.
Contohnya,
Manusia ada yang menghidupkan. Selain itu, mereka juga mmebutuhkan makanan, minuman, istirahat, tidur, dan sebagainya. Akan tetapi, hidupnya Allah SWT tidak membutuhkan semua itu. Allah SWT hidup selama-lamanya, tidak mengalami kematian bahkan mengantuk pun tidak.
Firman Allah SWT :
”Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur” … (QS Al Baqarah: 255)
Allah SWT selalu mengurus dan mengawasi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berhati-hati dalam segala tindakan karena gerak gerik kita akan di awasi dicatat Allah SWT. Kelak di akhirat seluruh amalan tersebut akan kita pertanggung jawabkan.
|

11. Sam’un ( Mendengar )

Allah SWT mendengar setiap suara yang ada di alam semesta ini. Yidak ada suara yang terlepas dari pendengaran Allah SWT walaupun suara itu lemah dan pelan., seperti suara bisikan hati dan jiwa manusia.
Pendengaran Allah SWT berbeda dengan pendengaran mahluk –Nya karena tidak terhalang oleh suatu apapun, sedangkan pendengaran mahluk-Nya dibatasi ruang dan waktu.
Sifat mustahil-Nnya adalah :  Summun artinya tuli (tidak mendengar).
Allah SWT mustahil bersifat tuli (tidak mendengar) sebab sekiranya Allah SWT tidak mendengar pasti segala permohonan dan pernyataa syukur hamba-Nya tidak akan diterima-Nya.
Selain itu penghiaan orang kafir, orang musrik, orang munafiq, dan lain sebagainya tidak dihiraukan-Nya. Oleh karena itu Allah SWT tetap bersifat sama’ mustahil bersifat summun .
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surah Al Maidah berikut.
”Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” … (QS Al Maidah :76)
Sebagai seorang muslim seharusnya kita senantiasa bertingkah laku, bersikap, dan berbicara dengan bahasa yang santun dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik lagi bermanfaat. Karena Allah SWT pasti mendengar segala perkataan m,anusia, baik terucap maupun di dalam hati.
|

12. Basar ( Melihat )

Allah SWT melihat segala sesuatu yang ada di alam semesta ini . penglihatan Allah bersifat mutlak, artinya tidak dibatasi oleh jarak( jauh atau dekat) dan tidak dapat dihalangi oleh dinding (tipis atau tebal). Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, kecil maupun besar, tampak atau tidak tampak, pasti semuanya terlihat oleh Allah SWT.
Sifat mustahil-Nya adalah :  ‘Umyun,  artinya buta.
Allah SWT wajib bersifat kesempurnaan. Seandainya Allah SWT itu buta pasti alam semesta ini tidak akan ada karena Allah SWT tidak dapat melihat apa yang diciptakan-Nya.
Firman Allah SWT sebagai berikut.
”………Dan Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” … (al-Baqarah: 265)
Dengan memahami sifat besar Allah SWT hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berbuat. Mungkin kita bisa berbohong kepada manusia, seperti orang tua, guru, atau teman. Akan tetapi kita tidak akan bisa berbohong kepada Allah SWT.
Oleh karena itu , berbuat baiklah supaya kita tidak perlu cemas jika kita harus mempertanggung jawabkannya kelak di akhirat.
|

13. Kalam ( Berbicara / Berfirman )

Allah SWT bersifat kalam artinya Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Pembicaraan Allah SWT tentu tidak sama dengan pembicaraan manusia karena Allah SWT tidak berorgan (panca indra), seperti lidah dan mulut yang dimiliki oleh manusia.
Allah SWT berbicara tanpa menggunkan alat bantu yang berbentuk apapun sebab sifat kalam Allah SWT sangat sempurna. Sebagai bukti bahwa adanya wahyu Allah SWT berupa al qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul sebelum Nabi Muhammad SAW.
Sifat mustahi-Nya adalah :  Bukmun, artinya Bisu.
Allah SWT mustahil bersifat bisu. Seandainya Allah SWT bersifat bisu mana mungkin para utusan-Nya bisa mengerti maksud wahyu yang diturunkan kepada tersebut, baik dalam bentuk perintah maupun larangan.
Padahal kenyataannya semua itu tidak mungkin terjadi. Firman Allah SWT
”……. Dan Allah berkata kepada Musa dengan satu perkataan yang jelas”
(QS AnNisa’ :164)
Oleh karena itu kita sebagai hamba Allah SWT hendaknya membiasakan diri mengucapkan kalimat-kalimat tayyibah, artinya kata-kata yang mulia, seperti ketika kita berbuat salah, maka segeralah membaca istighfar.
Apabila kita menerima nikmat, maka segeralah mengucapkan hamdalah. Selain itu, kita juga harus membiasakan diri bertutur kata yang lemah lembut dan sopan santun dengan sesama manusia.
|

14. Kaunuhu Qadirun

Esm-Allah-00Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
Hakikatnya iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala ,
tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , iaitu lain daripada
sifat Qudrat.Sifat Allah ini berarti Allah adalah Dzat yang Maha Berkuasa.
Allah tidak lemah, Ia berkuasa penuh atas seluruh makhluk dan ciptaanNya.
Sesungguhnya Alllah berkuasa atas segala sesuatu
(QS. Al Baqarah :20).
|

15. Kaunuhu Muridun

Allah-5Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala ,
tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , iaitu lain daripada
sifat Iradat.Allah memiliki sifat Muridun, yaitu sebagai Dzat Yang Maha Berkehendak.
.
Ia berkehendak atas nasib dan takdir manusia.
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Melaksanakan apa yang Dia kehendaki“ … (QS. Hud :107)
|

16.  Kaunuhu ‘Alimun

Allah-6Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , iaitu lain daripada sifat Al-Ilmu.
Sifat Allah ‘Alimun, yaitu Dzat Yang Maha Mengetahui. Allah mengetahui segala hal yang telah terjadi maupun yang belum terjadi.
Allah pun dapat mengetahui isi hati dan pikiran manusia.
Dan Alllah Maha Mengetahui sesuatu“ … (QS. An Nisa’ :176)
.
|

17. Kaunuhu Hayyun

Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup.
Hakikatnya iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , iaitu lain daripada sifat Hayat.
Allah adalah Dzat Yang Hidup.
Allah tidak akan pernah mati, tidak akan pernah tidur ataupun lengah.
“Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup kekal dan yang tidak mati“
(QS. Al Furqon :58)
|

18. Kaunuhu Sami’un

allah-14Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.
Hakikatnya iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, iaitu lain daripada sifat Sama’.
Allah adalah Dzat Yang Maha Mendengar.
Allah selalu mendengar pembicaraan manusia, permintaan atau doa hambaNya.
Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“ … (QS. Al Baqoroh :256).
|

19. Kaunuhu Basirun

Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ).
Hakikatnya iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , iaitu lain daripada sifat Bashar.
Allah adalah Dzat Yang Maha Melihat. Sifat Allah ini tidak terbatas seperti halnya penglihatan manusia.
Allah selalu melihat gerak-gerik kita. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berbuat baik.
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan“ … (QS. Al Hujurat :18)
|

20. Kaunuhu Mutakallimun

Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata.
Hakikatnya iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , iaitu lain daripada sifat Qudrat.
Sifat Allah ini berarti Yang Berbicara. Allah tidak bisu, Ia berbicara atau berfirman melalui ayat-ayat Al Quran.
Bila Al Quran menjadi pedoman hidup kita, maka kita telah patuh dan tunduk terhadap Allah swt.

D.   Hikmah Beriman kepada Allah SWT

Meyakini kepada Allah SWT dengan sifat-sifat-Nya akan memberikan banyak hikmah diantaranya :
  • Meyakini kebesaran Allah SWT
  • Meningkatkan rasa syukur
  • Selalu menjalankan perinyah-Nya.
  • Selalu berusaha menjauhi dan meninggalkan larangan-Nya.
  • Tidak takut menghadapi kematian
Semoga bermanfaat....